KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “PAKAIAN MELAYU RIAU”
Makalah ini
berisikan informasi tentang PAKAIAN MELAYU RIAU. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang pakaian melayu Riau.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata,
kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.
RIAU
JANUARI 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
B.
RUMUSAN
MASALAH
C.
TUJUAN
PENELITIAN
D.
MANFAAT
PENELITIAN
BAB II PEMBAHASAN
A.
JENIS-JENIS
PAKAIAN MELAYU RIAU
B.
FUNGSI-FUNGSI
PAKAIAN MELAYU RIAU
C.
NILAI-NILAI
YANG TERKANDUNG DALAL PAKAIAN MELAYU RIAU
D.
TATA
CARA MENGENAKAN PAKAIAN MELAYU RIAU
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
PAKAIAN
MELAYU RIAU
OLEH:
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pakaian
merupakan simbol budaya yang menandai perkembangan, akulturasi, dan kekhasan
budaya tertentu. Pakaian dapat pula menjadi penanda bagi pemikiran masyarakat,
termasuk pakaian tradisional masyarakat Melayu Riau. Pakaian tradisional Riau
terdiri atas pakaian harian dan pakaian resmi/pakaian adat.
Masyarakat
Melayu Riau masih memegang adat dengan teguh. Pengaruh adat terasa dalam sikap
dan perilaku sebagian besar masyarakat, terutama di daerah pedesaan/perdalaman.
Adat Melayu Riau adalah adat yang bersendikan syariat Islam. Islam dan adat
Melayu saling mempengaruhi yang kemudian membentuk satu budaya baru, yang salah
satunya tercermin dalam pakaian yang dikenakan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang di
atas, masalah dapat dirumuskan seperti berikut ini.
1. Apa
saja jenis-jenis pakaian melayu Riau?
2. Apa
saja fungsi pakaian melayu Riau?
3. Apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam
pakaian melayu Riau?
4. Bagaimana
tata cara mengenakan pakaian melayu Riau?
C.
TUJUAN
PENELITIAN
Sesuai denagan rumusan masalah di atas,
tujauan yang dicapai dalam penelitian sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan
jenis-jenis pakaian melayu Riau.
2. Mendeskripsikan
fungsi pakaian melayu RIAU.
3. Mendeskripsikan
nilai-nilai pakaian melayu RIAU.
4. Mendeskripsikantata
cara mengenakan pakaian melayu RIAU.
D.
MENFAAT
PENELITIAN
Penelititian ini berfungsi sebagai sarana
sosialisasi penggunaan pakaian melayu Riau sehigga kita dapat menggunakan
pakaian melayu sesuai dengan aturan pemakaiannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Jenis-jenis pakaian melayu Riau
I.
Pakaian Harian
Pakaian harian adalah pakaian yang
dikenakan ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Berdasarkan kelompok pemakai,
pakaian harian dapat dibedakan menjadi pakaian anak-anak, pakaian dewasa, dan
pakaian orang tua atau setengah baya.
a.
Pakaian Anak-anak
Pakaian anak laki-laki yang masih
kecil disebut baju monyet. Setelah beranjak besar, anak laki-laki memakai Baju
Teluk Belanga atau Baju Cekak Musang. Terkadang juga memakai celana setengah
atau bawah lutut, kopiah, dan tutup kepala dari kain segi empat. Anak laki-laki
juga memakai sarung ketika pada saat mengaji dan beribadah. Sedangkan untuk
anak perempuan yang belum dewasa memakai baju kurung yang selaras dengan kain
bermotif bunga atau satu warna dengan kain tersebut.
b.
Pakaian Dewasa
Pakaian anak laki-laki yang telah
dewasa disebut Baju Kurung Cekak Musang yang dilengkapi dengan kain samping
berupa sarung perekat dan kopiah atau ikat kepala. Sedangkan untuk perempuan
memakai Baju Kurung Laboh, Baju Kebaya Pendek, dan Baju Kurung Tulang Belut.
Baju ini dipadukan dengan kain sarung batik dan penutup kepala berupa selendang
atau tudung lingkup. Perempuan yang melakukan kegiatan di ladang atau sawah
biasanya memakai tutup kepala berupa selendang atau kain belacu yang dinamakan
tengkuluk.
c.
Pakaian Orangtua
Pakaian untuk perempuan tua setengah
baya ada berbagai macam, seperti Baju Kurung Teluk Belanga (Baju Kurung Tulang
Belut), Kebaya Laboh, dan Baju Kebaya Pendek yang biasa dipakai untuk pergi ke
ladang. Kerudung untuk menutupi kepala berupa selendang segi empat yang
dibentuk segitiga sehingga menyerupai jilbab.
Sedangkan untuk laki-laki orang tua dan setengah baya memakai Baju
Kurung Teluk Belanga atau Baju Kurung Cekak Musang. Bahan pakaian ini adalah
kain katun atau kain lejo. Baju ini agak longgar sehingga nyaman dipakai.
II.
Pakaian Resmi
Pada zaman dahulu, pakaian resmi
dipakai ketika menghadiri pertemuan resmi yang diadakan oleh kerajaan.
Sedangkan di masa sekarang, pakaian resmi dikenakan dalam berbagai acara
pemerintahan. Pakaian resmi untuk laki-laki adalah Baju Kurung Cekak Musang
lengkap dengan kopiah, kain samping yang terbuat dari kain tenun Siak,
Indragiri, Daik, dan daerah-daerah di Riau lainnya.
Bahan Baju Kurung Cekak Musang berupa
kain sutra, kain satin, atau kain berkualitas tinggi lainnya. Sebagai
perlengkapannya antara lain kopiah dan kain samping. Bahan untuk kain adalah bahan yang terpilih, seperti kain
songket dan kain tenun lainnya. Sistem memakai kain samping ini ada dua macam,
yaitu ikat dagang dalam dan ikat dagang luar.
Pakaian resmi untuk perempuan dewasa
adalah Baju Melayu Kebaya Laboh dan Baju Kurung Cekak Musang. Bahan untuk
membuat kedua baju ini adalah kain songket atau kain terpilih lainnya seperti
Tenun Siak, Tenun Indragiri, Tenun Trengganu, dan lain-lain. Bentuk Baju Kurung
atau Kebaya Laboh ini mengikuti bentuk tubuh si pemakai, namun tidak terlalu
longgar dan tidak terlalu sempit. Panjang baju perempuan yang masih gadis
adalah tiga jari di atas lutut, sedangkan untuk orang tua panjang bajunya tiga
jari di bawah lutut.
III.
Pakaian Upacara Adat
Upacara yang pada zaman dulu diadakan
oleh pihak kerajaan yang ada di Riau, kini dilanjutkan oleh Lembaga Adat Melayu
Riau atau oleh pemerintah daerah. Beberapa upacara tersebut seperti upacara
penobatan raja, upacara pelantikan, upacara penyambutan tamu, upacara
penerimaan anugerah, dan lain sebagainya. Pakaian tradisional yang dipakai pada
saat upacara adat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakaian untuk perempuan
dan pakaian untuk laki-laki.
Pakaian upacara untuk perempuan yang
masih gadis berbeda dengan pakaian untuk perempuan penikah. Jenis pakaian yang
dipakai untuk perempuan tua adalah Baju Kurung Tulang Belut. Sedangkan untuk
perempuan setengah baya dan gadis adalah Baju Kebaya Laboh Cekak Musang
berwarna hitam yang terbuat dari bahan sutra. Warna hitam pada pakaian ini
hanya dipakai pada waktu upacara adat penobatan raja, menteri, atau datuk.
Sedangkan untuk upacara adat yang lain, semisal upacara penerimaan tamu agung
atau pun upacara penerimaan anugerah, para perempuan memakai baju berwarna
kuning.
Selain memakai baju kurung dan kebaya,
perempuan Melayu yang menghadiri upacara
adat juga memakai sanggul. Sanggul tersebut berbentuk sanggul joget, sanggul
lipat pandan yang berhiaskan bunga goyang di atasnya. Di sebelah kanan sanggul
dihiasi jurai panjang dan di sebelah kiri dihiasi jurai pendek.
VI.
Pakaian Upacara Perkawinan
Baju pengantin laki-laki Melayu adalah
Baju Kurung Cekak Musang atau Baju Kurung Teluk Belanga. Untuk daerah Limo Koto
Kampar baju pengantin laki-laki berbentuk jubah yang terbuat dari kain beludru.
Baju Kurung Teluk Belanga terbuat dari bahan tenunan Siak, Indragiri, Daek,
maupun Trengganu dengan warna merah, biru, kuning, dan hitam.
Selain Baju Kurung Cekak Musang,
pakaian pengantin laki-laki adalah kain samping motif yang serupa dengan celana
dan baju, distar berbentuk mahkota dipakai di kepala, sebai warna kuning di
bahu kiri, rantai panjang berbelit dua dikalungkan di leher, canggai yang
dipakai di kelingking, sepatu runcing di bagian depan, dan keris hulu burung
serindit pendek yang diselipkan di sebelah kiri.
Busana yang dikenakan pengantin
perempuan berbeda-beda, tergantung jenis upacara adatnya. Pengantin perempuan
pada upacara Malam Berinai memakai Baju Kurung Teluk Belanga. Sedangkan saat
Upacara Barandam, pengantin perempuan memakai Baju Kurung Kebaya Laboh atau
Kebaya Pendek. Kepala hanya memakai sanggul yang dihiasi dengan bunga-bunga.
Pakaian pengantin perempuan pada Upacara Akad Nikah adalah Baju Kebaya Laboh
atau Baju Kurung Teluk. Kemudian untuk pakaian pada waktu upacara Bersanding
adalah Kebaya Laboh atau Baju Kurung Teluk Belanga.
B.
FUNGSI PAKAIAN MELAYU RIAU
I.
Fungsi Budaya
Pakaian tradisional dapat menjadi ciri
kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara umum, fungsi pakaian untuk
menutup tubuh. Namun, kemudian muncul berbagai aksesori dan ciri khas yang
membedakan antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Di masyarakat
Riau, pakaian menjadi simbol yang dipakai dalam pelaksanaan upacara atau dalam
acara-acara tertentu. Setiap upacara mempunyai jenis pakaian yang berbeda yang
tentu saja juga berbeda dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari.
II.
Fungsi Estetik
Estetika busana Melayu Riau muncul
dalam berbagai bentuk hiasan yang terdapat dalam pakaian tersebut. Selain
berbagai hiasan, warna-warna dalam pakaian tradisional Riau juga mengandung makna-makna
tertentu. Misalnya, warna kuning mengandung arti kekuasaan. Pakaian dengan
warna seperti ini biasanya diperuntukkan bagi sultan atau raja. Warna hitam
mengandung makna keberanian. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya dipakai
oleh para hulubalang dan para petarung yang melambangkan ketangkasan mereka.
III.
Fungsi Religius
Pakaian tradisional daerah Riau
mengandung makna dan berfungsi keagamaan. Pengaruh Islam dalam tata cara
berpakaian sedikit banyak berpengaruh pada pakaian daerah Riau, di mana fungsi
pakaian adalah untuk menutup aurat. Hal ini dapat kita lihat pakaian perempuan
yang berbentuk baju kurung, kerudung, dan menutupi hampir semua anggota
tubuhnya. Selain dari bentuknya, fungsi religius pakaian tradisional Riau juga
terlihat dari simbol yang digunakan sebagai hiasan yang berbentuk bulan dan
bintang. Simbol tersebut mengandung makna ketakwaan terhadap Tuhan. Fungsi
religius busana Melayu di daerah Riau juga muncul di berbagai media yang mereka
gunakan untuk upacara, misalnya adanya kelengkapan tepung tawar.
IV.
Fungsi Sosial
Pakaian tradisional Riau mengandung
makna dan berfungsi secara sosial. Pakaian tradisional Riau yang dipakai
masyarakat, baik yang berasal dari golongan bangsawan maupun masyarakat biasa
adalah sama, yaitu baju kurung. Perbedaannya hanya terletak pada bahan dan
warna yang dipilih, dikarenakan dalam tradisi masyarakat Riau warna pakaian
mempunyai lambang dan makna tertentu.
V.
Fungsi Simbolik
Pakaian tradisional mempunyai makna
simbolik tertentu yang dapat diterka lebih dahulu untuk mengetahui maknanya.
Nilai-nilai simbolik yang terkait dengan pakaian tradisional, perhiasan, serta
kelengkapannya terdapat pada kostum yang dipakai dalam upacara-upacara
tradisional. Busana bukan hanya dimaknai sebagai pakaian yang dipakai, namun
juga peralatan upacara yang digunakan. Beberapa makna yang terkandung dalam
busana tradisional masyarakat Melayu Riau misalnya sirih (lambang persaudaraan
dan kehormatan), bibit kelapa (simbol keturunan), payung (tempat bernaung).
Pakaian yang dikenakan orang-orang Melayu Riau memperlihatkan bahwa hampir
setiap apa yang mereka kenakan mengacu pada simbol-simbol tertentu.
C.
NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PAKAIAN
MELAYU RIAU
I.
Nilai Tradisi
Busana yang dikenakan dalam suatu
upacara adat telah menjadi tradisi selama bertahun-tahun. Hal ini menjadi ciri
khas dan keunikan sebuah masyarakat. Dari busana adat yang dikenakan, maka
dapat dipelajari mengenai tradisi masyarakat yang bersangkutan.
II.
Nilai Pelestarian Budaya
Pakaian merupakan salah satu produk kebudayaan modern yang semakin
hari semakin berkembang. Pakaian adat yang saat ini banyak dipakai masyarakat
Melayu Riau merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Melestarikan
busana tradisional tersebut sama artinya dengan melestarikan kekayaan budaya
Melayu.
III.
Nilai Sosial
Pakaian menjadi simbol tertentu yang
menjadi penanda status seseorang. Selain itu, lewat nilai-nilai yang
dikandungnya, pakaian Melayu juga bermakna sebagai media untuk menyatukan
masyarakat. Nilai-nilai sosial itu muncul karena dalam pakaian tradisional
tersebut tersemat makna-makna tertentu yang dinilai dan ditafsirkan oleh
masyarakatnya.
D. TATA
CARA MENGENAKAN PAKAIAN MELAYU RIAU
I.
PAKAIAN HARIAN
a.
Pakaian harian masa kanak-kanak
Pakaian
harian anak waktu kecil yang kita kenal Baju Monyet yang dipakai oleh anak-anak
lelaki. Kalau dia sudah meningkat besar dia memakai baju kurung teluk belakang
atau baju kurung cekak musang dan ada kalanya memakai celana setengah lutut,
memakai kopiah atau ikat kepala dari kain empat persegi yang dilipat untuk
menghindarkan sengatan binatang yang berbisa, memakai kain samping ada yang
dikenakan secara utuh, ada pula yang dibelitkan dipinggang ataupun disandang
dibahu.
b. Pakaian harian anak
dewasa (Akil Baligh)
Untuk
anak laki-laki dewasa dia sudah membantu orang tuanya bekerja mencari nafkah,
pakai baju Teluk Belanga Belah atau baju kurung Cekak Musang, memakai kain
samping, ikat kepala atau berkopiah. Kalau pergi ke laut atau ke ladang sering
memakai celana setengah lutut dengan lengan yang agak sempit supaya mudah
melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan keras.
Kain
samping tetap dipakai terutama menjaga kesopanan dan aib dari orang dan
digunakan untuk sholat ataupun bertamu menghadapi orang tua-tua serta dapat
dipergunakan untuk mempertahankan diri. Pakaian harian untuk anak laki-laki
dewasa sering dipakai untuk belajar ilmu silat guna mempertahankan diri dan
berkesenian; belajar zapin, membuat kelompok Mayong, sandiwara, bangsawan, dll.
Pakaian
untuk anak perempuan yang sudah baligh ini adalah baju kurung, baju Kebaya
Laboh, baju Kebaya Pendek. Adapun kelengkapan baju kurung ini adalah kain
Sarung Pelekat atau batik Bunga, pakai tutup kepala berupa selendang dan
ditambah dengan Kain Tudung Lingkup yang dipakai bila keluar rumah. Kain Tudung
Lingkup untuk pakaian harian digunakan kain pelekat.
C. Pakaian orang tua dan setengah baya
Pakaian
perempuan tua adalah baju kurung Teluk Belanga dan pada lehernya bersulam
bernama Tulang Belut. Baju ini longgar dan lapang dipakai, ada juga Kebaya
Laboh atau Kebaya Panjang hingga dibawah lutut. Kedua bentuk baju ini memakai
pesak atau kekek. Orang tua-tua ada juga yang memakai baju Kebaya Pendek
dibawah pinggul sering dipakai untuk bekerja di rumah atau di ladang dan ke
laut. Kalau perempuan setengah baya juga memakai seperti tersebut diatas, hanya
bentuk bajunya agak sempit dan pada umumnya berupa stelan baju dengan kain yang
berbunga dan ada kalanya polos. Sebagai penutup kepala mereka memakai selendang
dari drihook bersegi empat dan kemudian dibentuk segitiga dan diletakkan diatas
kepala serta ujungnya disimpulkan dileher. Orang tua maupun perempuan setengah
baha selain selendang sebagai penutup kepala, mereka juga menggunakan Tudung
Lingkup dari Kain Pelekat.
Pakaian
orang tua laki-laki dan setengah baya berupa baju kurung Teluk Belanga
Bertulang Belut dan baju kurung Cekak Musang. Untuk pakaian harian baju ini
terbuat dari bahan katun dan kain samping pelekat, bentuk baju agak longgar.
Baju
Melayu bagi orang tua sering memakai baju Melayu Dagang Luar digunakan untuk
sholat dan bertamu ke tetangga.
Jadi bentuk pakaian harian bagi orang Melayu Riau adalah:
Untuk
kaum perempuan baju Kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya
Pendek.
Untuk
kaum laki-laki baju kurung Teluk Belanga, baju kurung Cekak Musang, celana
setengah lutut untuk anak laki-laki.
II. Pakaian Resmi dan Setengah Resmi
Bentuk
pakaian setengah resmi bagi kaum laki-laki adalah baju kurung Cekak Musang
harus dilengkapi dengan: kopiah, kain samping, sepatu atau capal.
Kan
samping yang dipakai tergantung pada kemampuan seseorang; boleh kain pelekat,
kain tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll.
Pakaian
setengah resmi ini dipakai dalam upacara keluarga, seperti; menghadiri
perkawinan, acara keagamaan, sunnat rasul, dll. Sedangkan pakaian resmi adalah
pakaian yang dipakai waktu menghadiri undangan dari Kerajaan, dari Pemerintah
atau menghadiri jemputan resmi dari suatu kegiatan. Tidaklah sopan seandainya
kita menghadiri upacara kekeluargaan atau jemputan yang terhormat dari suatu
kegiatan pemerintah yang masa dahulunya di zaman kerajaan-kerajaan di Riau,
kita memakai pakaian Melayu namun tidak memakai kopiah dan juga kain samping,
maka jelaslah kita dicap orang yang tidak tahu adat sopan orang Melayu.
Untuk
menghadiri upacara resmi seperti menghadiri jemputan dari Pemerintah, atau
menghadiri Rapat Dewan yang resmi kalau kita berpakaian Melayu harus lengkap
berbaju Melayu dengan tidak memakai kasut atau capal dan harisnya memakai
sepatu kulit.
Adapun
bahan baju Melayu itu sebaiknya dari bahan kain sutra atau bahan-bahan yang
bagus seperti satin, atau bahan lainnya yang berkualitas.
Warna
baju dengan warna celana harus sewarna. Dulunya pada zaman kerajaan Melayu pada
masa jayanya, tidak dibenarkan memakai warna kuning, karena warna kuning adalah
warna kerajaan dan yang berhak memakai warna kuning adalah Sultan. Untuk para
Datuk dan Orang Besar Kerajaan dalam upacara resmi sering memakai warna hitam,
sedangkan warna kain boleh bebas kecuali warna kuning dan tidak dibolehkan
memakai baju hitam berkain hitam, pakaian demikian adalah hak pemimpin yaitu
Raja (Sultan). Sedangkan pakaian untuk orang lain boleh memakai warna apa saja
sesuai dengan kemampuan dan kemauannya juga selera, asalkan tertib cara
memakainya.
Cara
berpakaian baju Melayu orang laki-laki adalah baju Melayu Cekak Musang yaitu
leher berkerah setinggi 2 cm yang dalamnya dilapisi kain keras supaya kerah
Cekak Musangnya kelihatan lebih rapi. Pada leher dipasang dua buah butang baju,
dan 3 buah butang baju dibagian depan keras lebih kurang 22 cm dari leher ke
dada.
Perlengkapan
lain memakai baju Melayu Cekak Musang adalah kopiah hitam dan tidak memakai
apa-apa di kopiah. Pada kopiah adakalanya dipakai kain putih yang dibelitkan di
kopiah pada upacara meninggalnya atau (mangkat) seorang Sultan atau Pemimpin
Negeri. Kain yang dipakai untuk mengikuti upacara resmi ini adalah kain samping
yang terpilih, seperti: tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri,
tenunan Daek, dll.
Sistem
memakai kain samping ini diikat di samping pinggang yang disebut ikat kain
dagang dalam, karena baju terletak diluar kain disebut ikat kain dagang luar.
Mengikat kain tidak boleh sembarangan karena sudah ada ketentuannya antara
lain: tinggi kain bagi orang dewasa hanya setinggi lutut, sedangkan orang sudah
berumur, tinggi kainnya 3 jari dibawah lutut. Kalau orang sudah lanjut usia
umumnya memakai kain sering jauh dibawah lutut.
Bentuk
pakaian resmi dan setengah resmi kaum perempuan adalah baju kurung Teluk
Belanga dan baju Kebaya Laboh. Bahan baju ini dibuat dari bahan sutra, satin
atau bahan brokat serta bahan yang bagus lainnya tergantung dengan kemampuan si
pemakai. Persyaratan baju Melayu kaum perempuan ini karena dia disebut Baju
Kurung maka jelas baju ini mengurung bagian aurat di badan agar tidak kelihatan,
tidak terlalu sempit, tidak terlalu tipis yang memperlihatkan kulit badan.
Untuk
kain yang dipakai adalah kain tenunan atau kain pilihan, seperti: kain Siak, tenunan Indragiri, tenunan Daek atau
kain tenunan lain yang bercorak Melayu.
Ukuran
baju resmi dan setengah resmi bagi remaja panjang baju adalah 3 jari diatas
lutut sedangkan orang tua 3 jari dibawah lutut. Untuk pemakaian kain adalah
dengan cara kepala kain diletakkan di muka.
Untuk
hiasan dikepala harus memakai sanggul yang disebut sanggul Jonget, sanggul
Lintang atau sanggul Lipat Pandan. Setelah rambut disanggul kepala ditutup
dengan kain tudung yang seharusnya tidak kelihatan rambut. Kain tudung untuk
pakaian resmi dan setengah resmi ini adalah kain selendang anjang dan sekarang
ini kaum wanita yang Islam umumnya menggunakan jilbab.
Memakai
perhiasan didada sesuai dengan kemampuan sipemakai. Untuk alas kaki dipakai
kasut yang dipilih sesuai selera, tidak memakai sendal jepit sebaiknya pakailah
kasut yang memakai hak rendah atau hak tinggi. Warna yang dipakai dapat dipilih
sesuai dengan selera dan juga disesuaikan dengan suasana waktu siang atau
malam, agi atau sore.
C.
Pakaian Upacara Adat
Yang
dimaksud upacara adat adalah suatu kegiatan yang dibuat oleh Pemerintah (Kerajaan)
antara lain:
- Upacara penobatan Raja & Permaisuri,
- Upacara pemberian gelar,
-
Upacara pelantikan Datuk-Datuk, Ketua Adat atau Menteri Kerajaan,
- Upacara menjunjung duli,
-
Upacara menyambut tamu-tamu agung atau tamu-tamu yang dihormati,
-
Upacara adat menerima anugerah dan persembahan dari rakyat atau dari negara
lain yang bersahabat.
Upacara
seperti ini diatur oleh Kerajaan dizaman dahulunya, kalau sekarang diatur oleh
Pemerintah atau Lembaga Adat Melayu Riau. Warna baju yang dipakai untuk upacara
adat adalah warna hitam, berkain samping sesuai dengan tingkat derajatnya,
stelan kuning dan stelan hitam adalah kain yang dipakai untuk Sultan atau
Pemimpin Negeri. Kalau Sultan dalam upacara adat memakai tanjak hitam, demikian
juga kalau memakai warna kuning harus seluruhnya berwarna kuning pula.
Kalau
Datuk-Datuk orang besar dalam upacara adat memakai baju berwarna hitam berkain
samping apa saja warnanya sesuai dengan seleranya, itulah sebagai pertanda
perbedaan pimpinan dan bukan pimpinan.
I.
Pakaian
adat untuk kaum erempuan
Jenis
pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum perempuan
baik muda maupun tua sama saja. Baju yang dipakai adalah baju kurung Teluk
Belanga, baju Kebaya Laboh, bagi anak gadis baju Kebaya Laboh Cekaka Musang.
Kepala
memakai tudung Mente dan memakai tudung Kain Lingkup. Tudung Kain Lingkup
apabila masuk ke ruangan kain Tudung Lingkup dilipatkan dipinggang kemudian
dijepit dipinggang.
Rambut
disanggul dengan bentuk sanggul Melayu, seperti sanggul Jonget, sanggul Lintang,
dan sanggul Lipat Pandan. Perhiasan dipakai didada yang disebut dokoh dan
gelang serta anting-anting.
Warna
baju yang dipakai isteri Datuk-Datuk dan Orang Besar adalah warna hitam stelan
dan berkain samping atau Tudung Lingkup yang berwarna lain. Warna kuning hanya
dipakai oleh Sultan dan Permaisuri atau Pimpinan Tertinggi di daerahnya.
II.
Pakaian
adat untuk kaum laki-laki
Jenis
pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum lelaki adalah
baju kurung Cekak Musang, tidak dipakai baju kurung Teluk Belanga. Warna
pakaian adat kaum lelaki berwarna hitam dari bahan saten atau bahan sutera
dilengkapi dengan perlengkaan sebagai berikut:
a. Baju stelan dengan celana panjang sampai ketumit,
b.
Kain samping terbuat dari tenunan sendiri, seperti; tenun Siak, Indragiri,
tenunan Daek, dll,
c. Tanjak sebagai penutup kepala,
d. Bengkung pengikat pinggang,
e. Sebilah keris Melayu Sepukal, atau Tuasik atau Tilam Upih,
f.
Kasut capal atau sepatu.
Untuk
Sultan atau Pimpinan Tertinggi memakai baju Cekak Musang berwarna kuning atau
hitam satu stel baju, celana dan kain samping. Stelan baju penuh dengan taburan
bunga cengkeh, bintang dari ornamen yang ditenun khusus. Sultan memakai tanjak
yang bernama Belah Mumbang atau Elang Menyongsong Angin serta bertingkat 3 atau
5.
Biasanya
Sultan memakai dua keris, satu yang pendek satu yang panjang, biasanya keris
yang anjang dibawa oleh pengawalnya yang sangat dipercaya. Pakaian adat dipakai
pada upacara adat seperti penobatan Raja-Raja, emberian gelar, penyambutan tamu
agung, musyawarah besar adat dan upacara adat yang digelar oleh Kerajaan atau
Pemerintah.
Memakai
Bengkung tergantung tingkat seseorang dalam jabatannya dimasyarakat adat atau
jabatan dalam struktur Kerajaan, seperti: Orang Besar Kerajaan, Putera Mahkota,
angeran, kaum bangsawan, Datuk-Datuk, Datuk Bendahara, Datuk Laksemana, Datuk
Panglima, Penghulu, Batin, Tongkat (wakil Batin) dan para pengawal.
Yang
memakai selempang dari kanan ke kiri adalah Sultan berwarna kuning, sedangkan
para pengawal memakai warna merah diujung lengan dan bengkung serta ikat kepala
berwarna merah. Kecuali para pengawal yang mendampingi Sultan kemana saja
adalah Hulubalang yang tangguh memakai pakaian hitam berkain samping kain Lejo
dan memakai bengkung warna kuning dan memakai les merah.
E. Pakaian
Upacara pengantin
I.
Pakaian
pengantin laki-laki
Bentuk
pakaian pengantin laki-laki orang Melayu Kepulauan atau Pesisir serta orang
Melayu Daratan tidaklah berbeda jauh bentuk bajunya berupa baju kurung Cekak
Musang atau baju kurung Teluk Belanga, kecuali di daerah Lima Koto Kampar baju
pengantinnya berbentuk jubah yaitu baju terusan panjang hingga kebawah menutup
mata kaki.
Perlengkapan pakaian laki-laki sebagai seorang pengantin Melayu
adalah:
-
Baju kurung Cekak Musang dari bahan tenunan satu stelan baju dan celana sama
warnanya,
-
Dikepala memakai Destar berbentuk mahkota dan adakalanya pengantin memakai
tanjak,
-
Memakai Sebai disebelah bahu kiri,
- Memakai kain samping dengan bunga kain kedepan,
- Pakai Bengkung,
-
Pakai Keris,
- Pakai kalung panjang dilehernya pertanda ikatan keluarga,
- Membawa Sirih Lelat,
- Pakai kasut capal atau sepatu kulit.
Pakaian
ini dipakai ada upacara langsung dimana pengantin laki-laki turun dari rumah
ayah dan bundanya menuju kerumah pengantin perempuan. Untuk mengikuti acara
akad nikah dan acara lainnya pengantin laki-laki memakai baju kurung Cekak
Musang yang lengkap dengan memakai kopiah, kadang-kadang kopiah dihias dengan
permata, kalau Orang Besar Kerajaan dan orang Bangsawan memakai lambang
Kerajaan.
II.
Pakaian
pengantin perempuan
Pakaian
upacara adat perkawinan bagi pengantin perempuan dalam masyarakat Melayu Riau
terdapat beberapa bentuk tergantung pada kegiatan yang akan dilaksanakan,
seperti : acara malam berinai, uacara akad nikah, acara bersanding, acara mandi
damai serta acara berandam.
Pakaian pengantin perempuan dalam upacara malam berinai memakai pakaian
Kebaya Laboh atau baju kurung Teluk Belanga, memakai hiasan dan pperhiasan
serta memakai sanggul Melayu.
Pakaian
pengantin pada upacara berandam hampir sama dengan memakai akaian Melayu
harian; Kebaya Laboh atau Kebaya Pendek atau baju kurung Teluk Belanga. Rambut
disanggul dengan sanggul Lipat Pandan atau sanggul Siput Jonget dihiasi dengan
bunga-bunga hidup seperti cempaka, bunga melur dan bunga tanjung. Muka
pengantin dibersihkan dan dicukur bulu romanya, dan dihias bulu keningnya.
Setelah berandam dimandikan dengan air tujuh bunga serta memakai kain kemban
didada.
Pakaian
pengantin pada acara akad nikah berpakaian baju kurung Teluk Belanga atau baju
kurung Kebaya Laboh, kepala ditutup dengan hiasan serta memakai tudung Mente.
Sedangkan dada diberi perhiasan Dokoh bertingkat, pakai Pending, pakai Sebai
dikanan dan duduk dikamar pengantin.
Pakaian
pengantin pada upacara langsung atau bersanding : pengantin perempuan memakai
akaian Melayu Kebaya Laboh atau baju kurung Teluk Belanga lengkap dengan
atributnya kepala memakai pekakas andam dan dikening diletakkan Ramen perhiasan
emas atau dibuat dari tekatan bedang emas, dada dihiasi dengan Dokoh
bertingkat, lengan diberi gelang berkepala naga, dilengan bawah memakai gelang
patah semat, sedangkan dikaki bergelang kaki berlipat rotan emas.
Dibahu
kanan memakai sebai bertekat emas berjurai kelengan, pada pinggang memakai
pending emas, dijari pakai canggai. Canggai hanya terlekat di ibu jari dan
dijari kelingking (kedua belah jarinya). Kaki dipakai sepatu tertutup jari
berwarna sesuai dengan kehendak pengantin berhak sedang yang disebut selepa.
Pakaian waktu mandi damai berpakaian baju kurung Teluk Belanga, baju Kebaya
Laboh atau baju Kebaya Pendek yang dibuat khusus untuk upacara mandi damai.
Upacara mandi damai adalah suatu upacara untuk menyatakan syukur bahwa
pengantin telah bersatu.
D.
Pakaian Upacara Keagamaan (Ritual)
Pakaian
acara keagamaan ini disesuaikan pemakaiannya pada acara kegiatan keagamaan yang
akan kita laksanakan atau yang akan kita hadiri.
Bagi
Pembesar Agama seperti Qodhi, Imam Mesjid memakai jubah berwarna hitam, panjang
jubah sampai dimata kaki, kepala memakai terbus dan dibelit dengan kain tipis
berwarna putih, biasanya dibuat berwarna merah. Bilal :biasanya memakai jubah
berwarna hijau lumut disebelah luarnya sedangkan didalam tetap memakai baju
kurung Cekak Musang dan juga memakai terbus dibalut kain putih tipis. Gharin
Mesjid memakai baju Melayu Dagang Luar dengan memakai kopiah hitam atau kopiah
haji dan memakai kain samping pelekat.
Sedangkan orang biasa dalam acara agama ada terbagi dua:
-
Kalau acara resmi dalam rangka kegiatan Hari Raya, pada hari-hari besar agama
memakai pakaian baju Melayu lengkap seperti baju Melayu Cekak Musang atau baju
Melayu Teluk Belanga, yang disebut baju Melayu Dagang Dalam.
-
Untuk pergi sholat Jum’at biasanya boleh memakai baju Melayu harian atau baju
Melayu Dagang Luar dengan memakai kain samping kain pelekat dan pakai kopiah,
pada umumnya kalau sudah pernah menunaikan ibadah haji bisa memakai kopiah
haji.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan tersebut, Pakaian harian dipakai setiap hari, baik oleh anak-anak,
dewasa, maupun orang tua. Pakaian sehari-hari dikenakan untuk berbagai kegiatan
harian, misalnya saat bekerja di ladang, bermain, ke laut, di rumah, maupun
kegiatan yang lain. Jenis pakaian untuk perempuan dikelompokkan menjadi pakaian
perempuan anak-anak dan pakaian perempuan dewasa Sedangkan pakaian resmi atau
pakaian adat dikenakan pada acara-acara tertentu yang berkenaan dengan kegiatan
resmi atau pada saat acara adat. Warna, bentuk, dan model pakaian adat
ditentukan berdasarkan filosofi masyarakat Melayu Riau yang mengandung
nilai-nilai tertentu.
Selain
itu, pakaian dan perhiasan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan atau kegunaan
estetika, namun juga mengandung semangat tertentu. Semangat tersebut melingkupi
nilai budi dan kejujuran hidup.
B. SARAN
Pakaian tradisional masyarakat Melayu
Riau merupakan salah satu kekayaan nasional yang wajib dilestarikan. Masyarakat
Riau sendiri sadar bahwa busana tradisional ini suatu ketika akan punah bila
tidak dilestarikan.
DAFTAR PUSTAKA
M.A. Effendi, et al. 2004. Busana Melayu, Pakaian Adat
Tradisional Daerah Riau. Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau.
O.K. Nizami Jamil et al. 2005. Pakaian Tradisional Melayu
Riau. Pekanbaru: LPNU Press dan Lembaga Adat Melayu Riau.
Siti Zainon Ismail, 2004. “Busana Melayu Melaka” dalam Abdul
Latiff Abu Bakar dan Mohd. Nefi Imran, 2004. Busana Melaka. Bukit Peringgit:
Institut Seni Malaysia Melaka.